prinsip subsidiariy

Tulisan  berjudul: “Perinsip Subsidiarity”, telah dimuat pada Tabloti NU News, No. 10  Edisi Minggu Ke-1 Nopember 2011 hal.3 Kol.1-4 

PERINSIP SUBSIDIARITY

Perinsip ke-11 pembangunan berkelanjutan tentang subsidiarity, adalah keputusan yang  terbaik bagi penmgelolaan lingkungan dibuat oleh tingkatan pemerintah maupun kemasyarakatan  yang  paling  rendah. Dalam hal ini sesuai dengan Undang-Undang tentang otonomi Daerah, maka otonomi itu sebenarnya bertumbu pada pemerintahan desa atau pemerintahan sejenisnya.
            Akar masalah Lingkungan adalah hegemoni Negara terhadap hak-hak rakyatnya. Kekuasaan pemerintah yang sangat besar dengan legitimasi pasal 33 UUD1945 memberi kuasa kepada negara  untuk mengeksplostasi alam yang digunakan untuk mensejahterakan “rakyat”.  Sayangnya, undang-undang dan penjelasannya tidak menjelaskan rakyat yang mana, karena seorang Menteri, seorang Gubernur, Bupati, Konglomerat, Koruptor tetap mengaku rakyat. Mensejahterakan  Koruptor, Konglomerat......juga mensejahterakan rakyat   
Mengacu kepada Undang-Undang Otonomi Daerah, maka kewenaggan lebih banyak di daerah tingkat dua kabupaten/kota, merobah model sentralisasi menjadi desentralisasi. Dan bila dilihat lebih teliti, maka sentra otonomi ini berada di tingkat desa-desa. Dan harus diingat, bahwa di desa-desa pada umumnya yang berkuasa adalah tokoh informal leader yang lebih didominasi pimpinan adat/suku dan pimpinan agama.  Arah pendekatan berbasis masyarakat dan budaya lokal ini terlihat dengan perubahan pemerintahan desa dengan sebutan wilayah adat seperti Keuchik (Aceh),  Nagori (Simalungun) dan Nagari (Minangkabau).
            Bukan hanya itu, wilayah pemerintahan bukan lagi berdasarkan  daerah pemereintahan desa tetapi mengacu kepada kewilayahan adat seperti  wilayah pemerintahan ada nagari di Sumatera Barat. Model pemerintahan desa telah pula disesuaikan dengan model pemerintahan adat pada  masa penjajahan dan atau awal-awal kemerdekaan
       Sistem kapilitas individualis dengan men-Tuhankan teknologi ternyata gagal  menyelamatkan lingkungan bumi. Masyarakat bumi cemas. Pembesaran dan percepatan kerusakan ozon, pemanasan global, kenaikan air laut dan lainnya terus berlangsung. Banyak studi yang menunjukkan masyarakat  adat di Indonesia secara tradisional berhasil menjaga lingkungan. Misalnya hutan adat Temedak di Kerinci, sistem Hompong pada masyarakat  Rimba (Kubu), Laya ser hanjop pada masyarakat Arfak, adat Sosi di Maluku, sistem perladangan berotasi masyarakat Dayak dan lainnya.  Sistem hutan kerakyatan telah menjadi trent pengelolaan hutan dunia dan telah diadapsi pada 57 Negara.
 Pemerintah sebenarnya menyadari kesalahan pengelolaan lingkungan yang meninggalkan masyarakat lokal. Agenda –21 Indonesia tentang Strategi  Nasional untuk pembangunan  berlanjutan misalnya dalam bidang kehutanan telah memasukkan  aspek pembagian keuntungan yang adil dari kegiatan kehutanan baik komersial maupun konservasi  / rehabilitasi  terutama dengan masyarakat lokal. Indikator   pengelolaan hutan berkelanjutan selain pelestarian fungsi produksi dan ekalogis juga  memasukkan fungsi sosial budaya yaitu terjaminnya akses terhadap perolehan sumber daya, adanya pengakuan atas  hak-hak tradisional dan adanya jaminan manfaat hutan bagi masyarakat  lokal dan peran serta masyarakat.
              Ke – Binnekaan.
Indonesia memiliki slogan “ Bhinneka Tunggal Ika “  yang berarti Indonesia memiliki keberagaman budaya, adat, agama, dll.  Yang menyatu pada satu kesatuan Indonesia. Yang terjadi selama ini ada upaya strategis untuk menghapus  kebhinnekaan untuk mewujudkan ke ikaan. Keberagaman masyarakat dan struktur adat dijadikan menjadi satu pola semisal perintahan Desa dan perangkatnya, yang mengakibatkan konflik – konflik sosial dan masyarakat tersebut dari akar budayanya
       Undang -  Undang Pemerintah Daerah diharapkan menjadi payung untuk mengakomodasi keberagaman sistem pemerintahan lokal berbasis masyarakat lokal, yang menempatkan desa dan sebutan lainnya sebagai ujung tombak otonomi daerah. Kelembagaan lokal yang berbasis budaya lokal adalah sebuah cara untuk  pengembalian kekuasaan pengurusan Sumber daya alam dari pemerintah  kepada masyarakat.
       Misalnya pemerintahan  Nagari di Sumatera Barat yang wilayahnya Nagari berdasarkan wilayah kekuasaan hukum adat. Pemerintahan  Nagari mengaku adanya kepemilikan pribadi, ulayat kaum, ulayat suku serta ulayat Nagari .  Pemerintahan Nagari adalah “ Negara Kecil “ dalam negara dalam bentuk wali Nagari (eksekutif) yang dipilih langsung oleh masyarakat; Badan perwakilan anak Nagari-BPAN (yudikatif) dan Lembaga Adat Nagari-LAN  (lembaga kultural) dan Badan Musyawarah adat dan syarak Nagari (BMASN), sebagai lembaga syariah. Pemerintahan Nagari berhak mengatur  “ Negara “ Nagari termasuk membuat badan Usaha  Nagari dan penetapan pajak Nagari.
       Beranjak dari konsep otonomi daerah dan pengakuan atas budaya lokal, maka pembangunan Indonesia seyogianya berbasis peran serta masyarakat yang melibatkan masyarakat adat. Konsep pembangunan masyarakat yang melibatkan masyarakat adat. Konsep pembangunan partisipatif berbasis adat lokal ternyata telah terbukti berhasil dan telah diadopsi  PBB pada 57 negara di dunia dalam bentuk hutan kemasyarakatan.     
Beranjak dari konsep otonomi daerah dan pengakuan atas budaya lokal, maka pembangunan Indonesia seyogianya berbasis peran serta masyarakat yang melibatkan masyarakat adat. Konsep pembangunan masyarakat yang melibatkan masyarakat adat. Konsep pembangunan partisipatif berbasis adat lokal ternyata telah terbukti berhasil dan telah diadopsi  PBB pada 57 negara di dunia dalam bentuk hutan kemasyarakatan
 Mengacu kepada Amandemen Undang-Undang Dasar 1995 dan UU No.5 tahun 1960 maka pemerintah seyogianya memberikan kekuasaan kepada masyarakat adat. Berikan hak masyarakat untuk mengatur, menyelenggarakan pengguanaan, persediaan dan pemeliharaan bumi,air, dan ruang angkasa  termasuk menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa serta menentukan dan mengatur hubungan – hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Yang diperlukan adalah penguasaan dan kekuasaan rakyat seperti diamanatkan Amandemen UUD 1945 .***

No comments:

Post a Comment