PERSEPSI PENUNTUTAN PERUSAKAN SUMBERDAYA IKAN

Tulisan  "Persepsi Penuntutan Perusakan Sumberdaya Ikan” dimuat pada Surat Kabar Prestasi Reformasi di Medan No.470 tahun XVI, tanggal  3 September 2015, hal.7 kol.1-5.
Hamzah Lubis, Bsc.,Ir.,SH.,M.Si,Dr.
*Dewan Daerah Perubahan Iklim Provsu *Mitra Baharai Provsu *Komisi Amdal Provsu
*Komisi Amdal  Medan *Pusat Kajian  Energi Terbarukan-ITM *Jejaring HAM KOMNAS HAM-RI
*KSA XLII/1999 LEMHANNAS *aktifis hukum/ham/lingkungan/pendidikan


PERSEPSI PENUNTUTAN PERUSAKAN SUMBERDAYA IKAN
Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.,M.Si

Dalam pidato pelantikan  presiden,  Joko Widodo berjanji  menempatkan samudera, laut, selat dan teluk sebagai beranda depan. Pilihan menempatkan laut sebagai peradaban Indonesia mendatang sangat masuk akal. Salahsatu alasannya, kekayaan laut kita luar biasa melimpah. Sebab 85 persen kehidupan biota laut  tropis berada  pada ekosistem pesisir. Ekosistem pesisir menghasilkan 43 persen sumberdaya  alam dan jasa lingkungan. FAO mencatat, 90 persen hasil perikanan tangkap berasal dari perairan dangkal atau pesisir.
Nilai potensi ekonomi kelautan mencapai Rp.3.000 triliun tetapi baru tergarap Rp.291,8 triliun.  Data lain menunjukkan potensi sektor  kelautan  mencapai 171 miliar dollar AS yang terdiri dari pengembangan wilayah pesisir 56 miliar dollar AS, bioteknologi  40 miliar dollar AS, perikanan  32 miliar dollar AS , minyak dan gas  21 miliar dollar AS, transportasi  20 miliar dollar AS  dan pariwisata  2  miliar dollar AS.  Untuk minyak dan gas, dari 60 cekungan minyak dan gas, sebanyak 40 cekungan berada di laut. Bahkan menurut Rochmin Dahuri, potensi kekayaan laut yang dapat dikelola mencapai 1,2 triliun dollar US pertahun atau setara tujuh kali lipat APBN senilai  170 miliar dollar AS, menyerap hingga 40 juta tenaga kerja atau sepertiga total angkatan kerja.
Studi FAO tahun 2014 menakar kerugian akibat penangkapan ikan illegal di dunia mencapai 11-26 juta ton setiap tahun dengan total kerugian ditaksir 10-23 miliar dollar AS. Dari  jumlah itu 30 persen kejahatan perikanan perikanan dunia berlangsung di Indonesia. Dengan ukuran FAO tersebut, potensi penerimaan ikan yang hilang akibat perikanan illegal di Indonesia mencapai Rp.100 triliun. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan potensi kerugian akibat penangkapan ikan illegal hanya  sebesar Rp.11,8 triliun pertahun. Ekspor sektor perikanan Indonesia tahun 2011 hanya 3,34 miliar dollar AS jauh lebih kecil dibanding dengan Vietnam mencapai 25 miliar dollar AS. Padahal lautan Indonesia jauh lebih luas dibanding dengan Vietnam.
Amanah Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004  yang telah dirobah menjadi  Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009, bahwa bahwa perairan Indonesia,  Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia serta laut lepas mengandung sumber daya ikan dan lahan pembudidayaan ikan yang potensial. Pengelolaan sumber daya ikan perlu dilakukan sebaik‑baiknya untuk kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya. Pada kenyataannya, penangkapan ikan secara illegal (illegal fishing) terus berlangsung. Potensi kehilangan pendapatan per tahun akibat illegal fishing mencapai Rp 300 triliun. Oleh karena itu, penegakan hukum menjadi penting agar kebocoran sumberdaya ala mini dapat teratasi.
Penelitian telah dilakukan terhadap dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas perkara pidana perikanan di Pengadilan Perikanan Ranai sejak sejak tahun 2011 sampai tahun 2013. Metoda penelitian dilakukan studi pustaka,  observasi dan wawancara.  Hasil studi kepustakaan diperoleh 10 pengelompokan pidana perikanan, terdiri  atas: (a) klasifikasi pidana, (b) pidana administrasi perikanan, (c) pidana perizinan perikanan, (d) pidana alat tangkap perikanan, (e) pidana perusakan lingkungan sumberdaya ikan, (f) pidana pemberat, (g) pidana peringan, (h) pidana pembebas penjara, (i) pidana pelepasan terdakwa dan (j) pidana barang bukti.
            Pidana perikanan yang terjadi di Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Negeri Ranai pada tahun 2011 sebanyak 55 orang, tahun 2012 sebanyak 22 orang dan tahun 2013 sebanyak 21 orang. Pelaku tindak pidana terdiri atas warga negara Indonesia dan warga negara asing. Lokasi tindak pidana berada  di perairan Indonesia dan di ZEE Indonesia.
            Hasil penelitian terhadap tuntutan JPU di Pengadilan Perikanan Ranai, dari 55 orang terdakwa pidana perikanan tahun 2011,  sebanyak 22 orang pidana perikanan tahun 2012 dan sebanyak 21 orang pidana perikanan tahun 2013 hanya sebagian kecil yang dituntut dengan pasal-pasal pidana perusakan lingkungan sumberdaya ikan. Hasil penelitian menunjukkan dari 55 perkara pidana perikanan tahun 2011, tututan pidana dikelompokkan atas pidana perizinan 48 kasus (87,27 %), pidana alat tangkap ikan 4 kasus (7,27%) dan pidana administrasi perikanan  3 kasus (5,45 %) dan tidak ada tuntutan untuk pidana perusakan lingkungan sumberdaya ikan. Tuntutan pidana perikanan tahun 2012 dari 22 perkara dikelompokkan pidana perizinan 11 kasus (50%), pidana alat tangkap perikanan 1 kasus (4,54 %), pidana administrasi perikanan 2 kasus (9,09%) dan pidana perusakan lingkungan sumberdaya ikan 8 kasus (36,36%).       Tuntutan pidana perikanan tahun 2013 dari 21 kasus dikelompokkan atas pidana perizinan 17 kasus (80,95%) dan pidana perusakan lingkungan sumberdaya ikan 4 kasus (19,04%). Secara total selama 3 tahun terdapat 98 kasus pidana perikanan dimana dakwaan pidana perusakan lingkungan sumberdaya ikan sebanyak 12 kasus atau sebesar 12,24 persen.
            Secara keilmuan, pidana perikanan secara langsung ataua tidak langsung berkaitan dengan pidana perusakan sumberdaya ikan. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa  semua terdakwa ditangkap sedang dan atau telah menangkap ikan, yang berarti bahwa semuanya telah melakukan perusakan sumberdaya ikan.  Namun kenyataannya hanya seperdelapan (12,24%) dari terdakwa perusakan sumberdaya nikan yang dituntut oleh JPU dengan pasal-pasal perusakan sumberdaya ikan. Dari data ini dapat dibangun dihopetis terhadap sikap JPU ini, berupa lemahnya perhatian mindset) JPU terhadap perusakan lingkungan dan/atau ketidakmampuan atau ketidakyakinan JPU menuntut terdakwa dengan pidana perusakan lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan  penelitian lanjutan mengapa atas hipótesis tersebut.***


No comments:

Post a Comment