NATUNA, ZEE DAN YURISDIKSI HUKUM


Tulisan berjudul "Natuna, ZEE dan Yurisdiksi Hukum” telah dimuat pada SK. Perestasi  Reformasi di Medan,Edisi tanggal  9 April  2012,Hal.4 Kol. 6-7. 

Hamzah Lubis, Bsc.,Ir.,SH.,M.Si,Dr
*Dewan Daerah Perubahan Iklim Provsu *Mitra Baharai Provsu *Komisi Amdal Provsu
*Komisi Amdal  Medan *Pusat Kajian  Energi Terbarukan-ITM *Jejaring HAM KOMNAS HAM-RI
*KSA XLII/1999 LEMHANNAS *aktifis hukum/ham/lingkungan/pendidikan



NATUNA, ZEE, DAN YURISDIKSI HUKUM
Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.,M.Si


Natuna selain terkenal dengan gasnya, juga ikannya. Nelayan Natuna semestinya bersyukur bahwa perairan Natuna sangat kaya dengan ikan. Dalam Temu Nelayan Natuna, Jumat, 30 Maret baru lalu,  Direktur Jendral Pengawasan  Sumberdaya  Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Syahrin Abdurrahman menyatakan bahwa  perairan Natuna adalah wilayah kaya ikan. Selama lingkungan terjaga, menurutnya mungkin sampai kiamat ikan tidak akan habis.
Bukan hanya kekayaaan ikan tetapi luasnya wilayah penangkapan ikan yang tidak dimiliki kabupaten lain di Pantai Timur Sumatera. Wilayah Pengelolaan Perikanannya Natuna bukan hanya laut pengelolaan Kabupaten ( 4 mill), laut pengelolaan Provinsi (12 mill) dan laut teritorial (20 mill) bahkan  Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejarak 200 mill yang mengelilingi perairan teritorial di Natuna.
Wilayah Yuridiksi ZEE
ZEE dapat didefenisikan sebagai: ”Suatu daerah diluar dan berdampingan dengan laut teritorial yang tunduk pada rezim hukum khusus yang ditetapkan dalam Bab ini berdasarkan mana hak-hak dan yurisdiksi negara pantai  dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan negar lain, diatur oleh ketentuan-ketentuan yang relevan dengan Konvensi ini” (Psl. 55 UNCLOS).
ZEEI  ”bukan wilayah kedaulatan negara”, sebagaimana diatur pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia: ”Kedaulatan Negara Republik Indonesia di perairan Indonesia meliputi laut teritorial, perairan kepulauan dan perairan pedalaman serta ruang udara di atas laut teritorial, perairan kepulauan dan perairan pedalaman serta dasar laut dan tanah di bawahnya termasuk sumber kekayaan  alam yang terkandung di dalamnya”. ZEE juga ”diluar wilayah teritorial negara” sebagaimana diatur dalam Pasal 55 UNCLOS: ” ZEE adalah suatu daerah diluar dan berdampingan  dengan laut teritorial.....”.
Oleh karena ZEE  ”bukan wilayah kedaulatan negara” dan ”diluar wilayah teritorial negara” Indonesia, maka ZEEI masuk ”wilayah yurisdiksi” Indonesia , sebagaimana diatur oleh: (1) Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara:  Wilayah yurisdiksi adalah wilayah di luar wilayah negara yang terdiri atas:  zona ekonomi eksklusif, landas kontinen dan zona tambahan.....”. 
Kedudukan UNCLOS
          Membicarakan ZEE, tidak akan terpisahkan dengan UNCLOS. United Nations Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS) tahun 1982 telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention On The Law Of The Sea.
Ratifikasi UNCLOS adalah sebagai ”persetujuan”, ”pernyataan mengikatkan diri”  dan ”mengikat para pihak” Pemerintah Republik Indonesia dengan UNCLOS sebagaimana dinyatakan: (1)  Pasal 6 ayat (2) Undang-undang – RI Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional:  “Penandatanganan suatu Perjanjian Internasional merupakan persetujuan atas naskah Perjanjian Internasional tersebut yang telah dihasilkan dan/atau merupakan pernyataan untuk mengikatkan diri secara definitif sesuai dengan kesepakatan para pihak”, (2) Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional: ”Suatu perjanjian internasional mulai berlaku dan mengikat para pihak setelah memenuhi ketentuan  sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian terserbut”.
Pengesahan perjanjian internasional  bisa dalam bentuk ratifikasi (ratification), aksesi (accession), penerimaan (acceptance) dan penyetujuan (approval).  Dengan adanya ratifikasi UNCLOS, maka  Pemerintah Republik Indonesia telah menyatakan persetujuan dan mengikatkan diri dengan semua aturan di UNCLOS.
Yuridiksi Hukum di ZEE
Sebagai wilayah yurisdiksi, maka yurisdiksi hukum di ZEE adalah paraturan perundang-undangan nasional dan hukum internasional sebagaimana diatur dalam : (1) Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang  No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara:  ”Wilayah yurisdiksi adalah wilayah di luar wilayah negara yang terdiri atas:  zona ekonomi eksklusif, landas kontinen dan zona tambahan dimana negara memiliki hak-hak berdaulat dan kewenangan tertentu lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan  dan hukum internasional”,  dan (2) Pasal  7 Undang-Undang  No. 43 tahun 2008:  ”Negara Indonesia memiliki hak-hak berdaulat dan hak-hak lainnya di wilayah yurisdiksi yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan Hukum Internasional”.
Karena ZEEI sebagai wilayah yurisdiksi maka Negara memiliki keterbatasan kewenangan hukum atas ZEEI dimana Hukum Nasional di ZEEI tidak boleh bertentangan dengan hukum Internasional yang mengatur ZEE, sebagaimana dinyatakan pada Pasal 55  UNCLOS: ”Zona Ekonomi Eksklusif adalah suatu daerah di luar dan berdampingan dengan laut teritorial,  yang tunduk pada rezim hukum khusus yang ditetapkan dalam  bab ini berdasarkan mana hak-hak dan yurisdiksi Negara Pantai dan  hak-hak serta kebebasan-kebebasan Negara lain, diatur oleh ketentuan-ketentuan yang relevan konvensi ini”.
UNCLOS menetapkan di ZEE berlaku ”rezim hukum khusus” maka semua Hukum Nasional di ZEEI harus ”tunduk, harus sesuai, harus relevan, tidak bertentangan ” dengan Bab V UNCLOS. Hukum Nasional  ”tunduk” dengan  UNCLOS dinyatakan pada Pasal  55 :  ”Zona Ekonomi Eksklusif adalah suatu daerah di luar dan berdampingan dengan laut teritorial,  yang tunduk pada rezim hukum khusus....”.
Hukum Nasional  harus ” sesuai”  dengan  UNCLOS dinyatakan dalam UNCLOS: (1) Pasal  56 ayat 2  : ”...... hak-hak dan kewajiban Negara lain dan harus bertindak dengan suatu cara sesuai dengan ketentuan konvensi ini” ;  (2)  Pasal 58 ayat 3:” ...harus mentaati peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Negara pantai  sesuai dengan ketentuan  konvensi ini...” dan (3) Pasal 73 ayat 1: ”... untuk menjamin ditaatinya peraturan perundang-undangan yang ditetapkannya  sesuai  dengan ketentuan konvensi ini”.
Hukum Nasional  ”harus relevan” dengan  UNCLOS dinyatakan pada Pasal  58 ayat 1 UNCLOS: ” Di Zona Ekonomi Eksklusif, semua Negara, baik Negara berpantai  atau tak berpantai,  menikmati, dengan tunduk pada ketentuan yang relevan  konvensi ini, kebebasan-kebebasan pelayaran dan penerbangan,….”.
Hukum Nasional ” tidak bertentangan” dengan  UNCLOS dinyatakan pada Pasal  58 ayat 3 UNCLOS: ”... sesuai dengan ketentuan  konvensi ini dan peraturan hukum internasional lainnya sepanjang ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan  ketentuan bab ini”.
Penutup
Dari kajian di atas, dapat disimpulkan bahwa hak-hak dan kewenangan negara demikian juga rezim hukum berbeda di laut teritorial dengan di ZEE. Hal ini perlu disadari pemerintah dan masyarakat termasuk nelayan. Oleh karena itu model pengelolaannya juga berbeda. Tujuannya tetap pada kelestarian sumberdaya kelautan dan kesejahteraan nelayan. Semestinya, potensi sumberdaya ikan berkorelasi dengan kesejahteraan nelayan. Ia kan.....***


No comments:

Post a Comment