Tulisan
Dr.Ir.Hamzah Lubis,SH.M.Si berjudul: “Pemodelan Pertumbuhan Terumbu Karang
Untuk Penataan Kawasan Ekowisata Perairan”, telah dipresentasikan pada Seminar
Nasional Sistem Inovasi Daerah: Pembangunan Teknologi Untuk Pembangunan
Wilayah,dilaksanakan Institut Teknologi Medan, di Medan, tanggal 16 Maret 2015,
proseding hal.656-665
Hamzah Lubis,
Bsc.,Ir.,SH.,M.Si,Dr
*Dewan Daerah Perubahan Iklim
Provsu *Mitra Baharai Provsu *Komisi Amdal Provsu
*Komisi Amdal Medan *Pusat Kajian Energi Terbarukan-ITM *Jejaring HAM KOMNAS
HAM-RI
*KSA XLII/1999 LEMHANNAS
*aktifis hukum/ham/lingkungan/pendidikan
Abstrak
Untuk mendapatkan keberlanjutan
ekowisata snorkel dan diving di perairan Pulau Poncan Gadang, Kota Sibolga,
dengan memanfaatkan terumbu karang yang tidak
melebihi daya dukung. Daya dukung adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar
keduanya. Kondisi tutupan terumbu karang perairan Pulau Poncan Gadang sebesar
35,72 persen. Dengan berbagai simulasi kebijakan pengelolaan dapat diprediksi pertumbuhan
terumbu karang. Prediksi dengan dengan perlakuan : (1) menaikkan
kinerja intansi kelautan dari 25 persen menjadi 50 persen, perluasan tutupan
karang menjadi 62,30 persen, (2) menaikkan 25 persen partisipasi nelayan menaikkan
tutupan karang menjadi 57,73 persen; (3) menaikkan 50 persen peran intansi
kelautan dan menaikkan 25 persen partisipasi nelayan menaikkan tutupan karang
menjadi 84,37 persen serta menaikkan
kinerja intansi kelautan mencapai 50 persen dan 50 persen partisipasi nelayan
menaikkan tutupan karang menjadi 100 persen (alami). Menurunkan 25 persen kinerja pemerintah menurunkan tutupan karang
menjadi 4,56 persen, (2) menurunkan 25 persen partisipasi nelayan menyebabkan
tutupan karang menjadi 13,86 persen, (3) menurunkan 25 persen peran intansi
pemerintah dan menurunkan 25 persen partisipasi nelayan menyebabkan terumbu
karang punah demikian juga (6) menurunkan 15 persen kinerja pemerintah,
pengusaha, masyarakat lokal dan nelayan menyebabkan terumbu karang punah.
Kata
Kunci: Model pengelolaan, tutupan terumbu karang, Pulau Poncan Gadang
Latar Belakang
Poncan
Marine Resort (PMR) di Pulau Poncan Gadang, Kota Sibolga, Sumatera Utara
dikelola PT. Sibolga Marine Resort sejak tahun 1994. Obyek wisatanya adalah
pantai untuk wisata jalan – jalan di pantai dan terumbu karang untuk kegiatan
snorkel dan diving. Pengelolaan Poncan
Marine Resort sebagai obyek ekowisata, ibarat
”dua sisi mata uang” yang dapat berdampak negatif dan berdampak positif
kepada lingkungan. Dampak positif diantaranya berupa meningkatnya pendapatan dan dampak negatifnya berupa
kerusakan sumberdaya alam. Asfek keberlanjutan dapat diperoleh apabila
pengelolaan ekowisata tidak melebihi daya dukung lingkungan.
Daya
dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung
perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya (Psl. 1 ayat
(7) UU No. 32 Th. 2009). Daya dukung dapat juga didefenisikan sebagai kondisi
maksimum suatu ekosistem untuk menampung komponen biotik (mahluk hidup) yang
terkandung di dalamnya, dengan memperhitungkan faktor lingkungan dan faktor
lainnya yang berperan di alam (Permenbudpar No. 67 Th. 2004). Daya dukung sebagai ambang batas (Yoeti, 1997) dan batas kejenuhan (Maanema, 2003), kemampuan
kawasan dalam menampung aktifitas pariwisata (Setiono, 2003), yang masih aman.
Daya dukung pulau - pulau kecil didefiniskan sebagai kemampuan pulau -
pulau kecil untuk mendukung prikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya (UU
No. 27 Th. 2007) atau sebagai tingkat
pemanfaatan sumber daya alam atas
ekosistem pulau - pulau kecil secara
berkelanjutan tanpa menimbulkan kerusakan
sumberdaya dan lingkungan yang signifikan (Direktorat TRLP3K, 2006). Sebagai
kondisi maksimum suatu ekosistem untuk menampung komponen biotik (mahluk hidup)
yang terkandung di dalamnya dengan memperhitungkan faktor lingkungan dan faktor
lainnya yang berperan di alam (Permenbudpar
No. 67 Th. 2004).
Yudaswara (2004) membagi daya dukung pariwisata berupa daya dukung
ekosistem dan daya dukung fisik. Daya dukung ekosistem yaitu kondisi dan nilai potensi, sedangkan daya
dukung fisik meliputi akomodasi, sarana komunikasi, pelayanan, serta sarana
rekreasi yang dibangun ditempat tujuan wisata.
Soebagio (2005) membagi daya dukung atas daya dukung ekologis (ecological carrying capacity) dan daya
dukung ekonomis (economic carrying
capacity). Daya dukung ekologis adalah jumlah maksimum organisme pada suatu
lahan yang dapat didukung tanpa mengakibatkan kematian karena faktor kepadatan
dan tanpa terjadinya kerusakan lingkungan secara permanen. Daya dukung ekonomi
adalah tingkat produksi (skala usaha) yang
memberikan keuntungan maksimum secara lestari dalam suatu lahan, dan
ditentukan oleh tujuan usaha secara ekonomi.
Permenbudpar No. 67 tahun 2004 mengelompokkan daya dukung
ekowisata pulau - pulau kecil atas: (1) daya dukung ekologis; yang merupakan
tingkat maksimal penggunaan suatu pulau,
(2) daya dukung fisik, yang merupakan jumlah maksimum penggunaan atau
kegiatan yang dapat diakomodir tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan
kualitas dan (3) daya dukung sosial,
yang merupakan batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan yang
akan menimbulkan penurunan dalam tingkat kualitas pengalaman atau kepuasan
pengunjung di pulau-pulau kecil.
Terumbu karang merupakan ekosistem khas yang
terdapat di perairan tropis. Pada dasarnya terumbu terbentuk dari
endapan-endapan masif kalsium karbonat (CaCO3), yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu (karang hermatipik)
dari filum Cnidaria, ordo Scleractina yang
hidup bersimbiosis dengan zooxantellae, dan sedikit tambahan dari algae berkapur serta organisme lain yang menyekresi kalsium
karbonat (Bengen, 2002).
Secara
umum terumbu karang terdiri dari atas tipe: terumbu karang tepi (fringing reef), terumbu karang
penghalang (barrier reef), dan terumbu karang cincin atau
atol. Terumbu karang tepi hidup di pinggir pantai sedangkan terumbu karang
penghalang berada jauh dari pantai. Kedua tipe terumbu karang ini
berfungsi sebagai pemecah gelombang . Terumbu Karang cincin atau atol merupakan
terumbu karang yang munculnya di
perairan yang jauh dari daratan.
Daya
dukung terumbu karang adalah kemampuan terumbu karang untuk memulihkan diri
akibat berbagai tekanan lingkungan. Agar terumbu karang dapat membaik, maka
pertumbuhan terumbu karang harus lebih besar dari kerusakan terumbu karang,
demikian juga sebaliknya. Dengan perlakuan yang dilakukan terhadap terumbu
karang dapat diprediksi tutupan yang akan dihasilkan.
Metoda
Penelitian
Lokasi penelitian
kondisi fisik - kimia perairan, terumbu karang pada sebelah barat pulau
(koordinat 10 71’ 11” LU
- 980 76’ 93” BT) dan
di sebelah timur pulau (koordinat 10 70’ 98” LU - 980 75’ 84” BT). Penelitian sosial
– ekonomi lainnya di Pulau Poncan Gadang dan Kota Sibolga. Sampling terdiri atas: (a) masyarakat nelayan 30 orang, (b)
masyarakat yang hidup dari usaha hasil
laut 40 orang, (c) tokoh masyarakat (tokoh agama, pemuda, wanita, pendidikan,
dll) 30 orang, wisatawan 10 orang, intansi
Dinas Kebudayaan Priwisata Pemuda dan
Olah raga 1 orang, Kantor Lingkungan hidup 1 orang, Dinas Kelautan dan
Perikanan 1 orang dan PT. Sibolga Marine Resort 1 orang. Data tutupan terumbu
karang dianalisis
dengan metoda matematis sedangkan model
dinamis daya dukung terumbu karang dengan bantuan software PowerSim 2005. Uji Validitas
model menggunakan Uji Penyimpangan Rata – rata (Absolute Mean Error, AME) dan Uji
Penyimpangan Variasi (Absolute
Variansi Error, AVE).
Hasil Penelitian
1. Pemodelan pertumbuhan terumbu karang
a. Tutupan terumbu karang
Data
kondisi tutupan terumbu karang perairan Pulau Poncan Gadang, diambil dari
penelitian Puslitbang Oseanologi – LIPI (1997) dan Coremap - LIPI tahun 2006,
tahun 2007, tahun 2008 dan tahun 2009. Status terumbu karang berdasarkan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor: 4 Tahun 2004 tentang Keriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang.
Dari data ini terlihat bahwa daya dukung (kemampuan) terumbu karang hidup
sebesar 35,72 persen pada tahun 2009.
. Tabel 1. Prosentase Tutupan Karang
Tahun
|
Lokasi - 1
|
Lokasi - 2
|
Rata-rata
|
Status
|
1997
|
22,86
|
27,83
|
25,35
|
Rusak, buruk
|
2006
|
20,00
|
29,00
|
24,50
|
Rusak, buruk
|
2007
|
30,00
|
39,00
|
34,50
|
Rusak, sedang
|
2008
|
20,00
|
25,00
|
22,50
|
Rusak, buruk
|
2009
|
41,53
|
29,90
|
35,72
|
Rusak, sedang
|
b. Variabel pemodelan terumbu karang
Dari hasil penelitian
didapat pengaruh oksigen terlarut
sebesar 0,1%, salinitas 94,05%,
kecerahan 0,1 %, pH 97,06 %, fospat 28,97%, nitrat 14,27 %,
nitrit 0,009 %, pencemaran perairan 2 %,
kenaikan permukaan air laut 4 %, pemboman 15 %, bubu 4 %, jaring ikan 4 %,
peracunan 30 %, sampah 3 %, wisatawan snorkel 0,67%, wisatawan menyelam 0,93%, konservasi intansi
kelautan 21, 5%, konservasi intansi lingkungan hidup 50%, konservasi intansi
pariwisata 70,83 % dengan rata-rata 48,61%, pengusaha pariwisata 54,33 %, peningkatan ekonomi 51,4%, peningkatan budaya
81,81% dengan rata-rata 66,50%, pemberian hak dari intansi kelautan 56,25%,
intansi lingkunmgan 58,93%, intansi
pariwisata 68,7% dengan rata-rata 61,20%.
c. Pembuatan causal
Loop model
Kausal loop pengelolaan terumbu
karang disajikan pada gambar 1. di bawah.
Gambar
.1. Kausal Loop Pengelolaan
d. Model pengelolaan
Model
pengelolaan terumbu karang disajikan pada gambar 2 di bawah.
Gambar 2. Model Pengelolaan
e. Equation window model pengelolaan
Equation window model disajikan pada
tabel 2 di bawah.
Tabel 4.1. Equation window model
f. Uji validitasi model
Model pengelolaan dengan
software PowerSim 2007
ini
diuji validitas
menggunakan Uji Penyimpangan Rata – rata (Absolute
Mean Error, AME) dan Uji
Penyimpangan Variasi (Absolute Variansi Error, AVE). Hasil validitasi
AME dinyatkan valid demikian juga uji AVE dinyatakan valit.
Hasil uji validitasi disajikan pada pada
tabel 4 di bawah.
Tabel
2. Hasil uji validitasi model
rata-rata
aktual
|
29
|
rata-rata
simulasi
|
30
|
AME
|
0.031565
|
Sa
|
6.770926
|
Ss
|
1.807457
|
AVE
|
-0.73306
|
Va
|
45.84543
|
Vs
|
3.2669
|
KF
|
0.066519
|
AME
Valid
|
VALID
|
AVE
Valid
|
VALID
|
2. Simulasi model pertumbuhan terumbu karang
(1).
Simulasi tanpa perlakuan
Dari data penelitian
sebelumnya ada kecendrungan kenaikan prosentase tutupan terumbu karang di Pulau
Poncan Gadang. Data tutupan terumbu karang adalah sebesar 25,35 % (1997),
24,50% (2006), 34,50 (2007), 22,50% (2008) dan 35,72% (2009). Menggunakan model
pertumbuh dengan faktor ketidakmenentuan
(uncertainty) sebesar 0,005
maka tutupan terumbu karang akan mengalami kenaikan dari 35,72 % tahun 2009
menjadi 36,09 % tahun 2021. tutupan
terumbu karang disajikan pada grafik gambar -3.
Gambar 3. Grafik
prediksi pertumbuhan tanpa perlakuan
(2) . Perlakuan dengan menaikkan minimal 50% kinerja
intansi
Data
hasil penelitian kinerja Pemerintah Kota Sibolga dalam melakukan kewajiban
konservasi terumbu karang: (1) intansi pariwisata dengan 6 variabel (lampiran
3) sebesar 70,83 %, (2) intansi
lingkungan hidup dengan dengan 38 variabel (lampiran 2) sebesar 50,00 % dan (3) intansi kelautan dengan 4
variabel (lampiran 1) sebesar 25,00 %.
Dengan demikian perlakuan – 1 ini adalah menaikkan kinerja intansi kelautan
dari kinerja 25,00% menjadi 50,00% sedangkan dua intansi lain sudah atau lebih
dari 50%. Hasil prediksi tutupan terumbu karang disajikan pada grafik pada
gambar 4.
Gambar 4. Grafik prediksi pertumbuhan
terumbu karang
Dengan peningkatan kinerja konservasi terumbu
karang intansi kelautan dari 25% menjadi 50% sedangkan variabel lainnya tetap,
didapat prediksi tutupan terumbu karang terendah sebesar 62,00 dan prediksi
tutupan terumbu karang tertinggi sebesar 62,60%. Dengan perlakuan ini mampu
meningkatkan tutupan terumbu karang dari 35,84 % (tanpa perlakuan) mencapai
62,00% sampai 62,99% atau dengan
kenaikan sebesar 26,16% sampai 27,15%. Kondisi ini meningkatkan status terumbu
karang untuk ekowisata dari status
sesuai menjadi sangat sesuai (Fitriani, 2004) atau dari status sedang
menjadi baik (Tuwo,2011). Dalam kajian
lingkungan, kondisi ini mampu meningkatkan status terumbu karang dari rusak sedang menjadi baik (Kepmenlh No.4 tahun 2001).
(3) Perlakuan dengan
menaikkan 25% kinerja nelayan/menurunkan
25% kerusakan
Banyak kegiatan nelayan di ekosistem terumbu karang yang merusak terumbu karang. Kegiatan
tersebut berupa: (1) penempatan jangkar kapal, (2) pemboman ikan, (3) pemasangan bubu, (4)
menjaring ikan, (5) peracunan ikan dan
(6) penambangan karang untuk bahan bangunan maupun untuk hiasan.
Kerusakan terumbu karang akibat kegiatan nelayan ini dapat diintervensi dengan
meningkatkan peranserta masyarakat lokal dalam kegiatan konservasi. Menaikkan minimal 25% kinerja nelayan artinya menurunkan
25% dari 6 faktor kerusakan terumbu
karang yang dilakukan nelayan. Hasil
prediksi tutupan terumbu karang disajikan pada grafik pada gambar 5.
Gambar 5. Grafik prediksi pertumbuhan
terumbu karang
Dengan peningkatan kinerja konservasi terumbu karang dari masyakat
lokal/nelayan lokal sebesar 25% atau penurunan kerusakan terumbu karang sebesar
25% menyebabkan peningkatan tutupan terumbu karang. Peningkatan pertumbuhan terumbu karang terjadi dari
35,84% menjadi 57,32% sampai 57,90 %
atau dengan kenaikan 21,48 sampai 22,06. Perlakuan ini mampu meningkatkan status terumbu karang
untuk ekowisata dari status sesuai
menjadi sangat sesuai (Fitriani, 2004) atau dari status sedang menjadi baik
(Tuwo,2011). Dalam kajian lingkungan,
kondisi ini mampu meningkatkan status terumbu karang dari rusak sedang menjadi baik (Kepmenlh No.4 tahun 2001).
(4).
Perlakuan dengan menaikkan minimal 50% kinerja intansi dan menaikkan 25% kinerja
nelayan/menurunkan 25% kerusakan
Perlakuan
– 3 ini adalah gabungan perlakuan - 1
dan perlakuan - Peningkatan kinerja intansi kelautan
dari 25%
menjadi 50% dan peningkatan
kinerja nelayan sebesar 25%/ menurunkan 25% kerusakan terhadap 6 faktor perusakan
yang dilakukan nelahyan. Penurunan 25%
kerusakan utuk variabel: (1) penempatan jangkar
kapal, (2) pemboman ikan, (3) pemasangan
bubu, (4) menjaring ikan, (5) peracunan ikan dan (6) penambangan karang untuk bahan bangunan
maupun untuk hiasan. Hasil prediksi
tutupan terumbu karang dengan perlakuan
ini disajikan pada gambar 6. di bawah.
Gambar 6. Grafik prediksi pertumbuhan
terumbu karang
Dengan perlakuan peningkatan kinerja intansi kelautan dari 25% menjadi
50% dan peningkatan kinerja nelayan/penurunan kerusakan 25% oleh nelayan mampu meningkatkan pertumbuhan
terumbu karang terjadi dari 35,84%
menjadi 84,25% sampai 84,66 % atau dengan kenaikan 48,41% sampai
48,45%. Dengan perlakuan ini mampu meningkatkan status terumbu karang
untuk ekowisata dari status sesuai menjadi
sangat sesuai (Fitriani, 2004) atau dari status sedang menjadi sangat baik
(Tuwo,2011). Dalam kajian lingkungan,
kondisi ini mampu meningkatkan status terumbu karang dari rusak sedang menjadi baik sekali (Kepmenlh No.4 tahun 2001).
(5). Perlakuan dengan menaikkan
minimal 50% kinerja intansi dan menaikkan 50% kinerja
nelayan/menurunkan 50 % kerusakan
Perlakuan
– 4 ini adalah peningkatan kinerja
intansi kelautan dari 25 % menjadi 50 %
dan peningkatan kinerja nelayan sebesar 50 %/ menurunkan 50 % kerusakan
terhadap 6 faktor perusakan yang dilakukan nelayan. Penurunan 50 % kerusakan utuk variabel: (1) penempatan jangkar
kapal, (2) pemboman ikan, (3) pemasangan
bubu, (4) menjaring ikan, (5) peracunan ikan dan (6) penambangan karang untuk bahan bangunan
maupun untuk hiasan. Hasil prediksi
tutupan terumbu karang dengan perlakuan
ini disajikan pada grafik pada gambar 7.
Tabel
7. Grafi8k prediksi pertumbuhan terumbu karang
Pada perlakuanm ini
dengan peningkatan kinerja intansi kelautan dari 25% menjadi 50% dan
peningkatan kinerja nelayan/penurunan kerusakan 50 % oleh nelayan mampu meningkatkan pertumbuhan
terumbu karang terjadi dari 35,84%
menjadi 106,06%. Dengan perlakuan ini mampu meningkatkan status terumbu karang
untuk ekowisata dari status sesuai
menjadi sangat sesuai (Fitriani, 2004) atau dari status sedang menjadi sangat
baik (Tuwo,2011). Dalam kajian
lingkungan, kondisi ini mampu meningkatkan status terumbu karang dari rusak sedang menjadi baik sekali (Kepmenlh No.4 tahun 2001).
Dengan perlakuan ini,
maka terumbu karang akan tumbuh alami. Pertumbuhan radial kebanyakan terumbu karang berkisar antara 1 – 10 mm/tahun (whitten,
1987) sedangkan untuk terumbu karang Acrofora
nobilis sepanjang 14,62 mm/tahun dan
Acrofora nosuta sepanjang 12,8 mm/tahun (Muhlis, 1996)
sedangkan menurut Ikawati (2001) sepanjang 21,5 – 20 cm/tahun.
(6). Perlakuan dengan
penurunan 25 % kinerja Pemerintah Kota Sibolga
Hasil penelitian kinerja
Pemerintah Kota Sibolga dalam melakukan kewajiban konservasi terumbu karang:
(1) intansi pariwisata dengan 6 variabel (lampiran 3) sebesar 70,83 %, (2) intansi lingkungan hidup dengan
dengan 38 variabel (lampiran 2) sebesar
50,00 % dan (3) intansi kelautan dengan 4 variabel (lampiran 1)
sebesar 25,00 %. Perlakuan ini
memisalkan penurunan 25 % kinerja
intansi pariwisata, intansi lingkungan dan intansi kelautan. Hasil prediksi
tutupan terumbu karang dengan perlakuan – ini disajikan pada grafik pada gambar
8.
Gambar .8. Grafik Prediksi pertumbuhan terumbu karang
Dengan penurunan kinerja intansi
pemerintah sebesar 25 % sedangkan variabel lainnya tetap, didapat prediksi
penurunan tutupan terumbu karang dari 35,84 % (tanpa perlakuan) menjadi 5,03% sampai 4,56 %. Perlakuan ini menurunkan tutupan terumbu
karang sebesar 30,81 % sampai 31,28 %. Perlakuan ini mengakibatkan penurunan status
terumbu karang untuk ekowisata dari status
sesuai menjadi tidak sesuai (Fitriani, 2004) atau dari status sedang
menjadi tidak baik (Tuwo,2011). Dalam
persfektif lingkungan, kondisi
ini menurunkan status terumbu karang dari
rusak sedang rusak buruk (Kepmenlh No.4 tahun 2001).
(7). Perlakuan dengan
menurunan 25 % kinerja nelayan/kenaikan 25% kerusakan
Banyak
kegiatan nelayan di ekosistem terumbu karang
yang merusak terumbu karang. Kegiatan tersebut berupa: (1) penempatan jangkar
kapal, (2) pemboman ikan, (3) pemasangan
bubu, (4) menjaring ikan, (5) peracunan ikan dan (6) penambangan karang untuk bahan bangunan
maupun untuk hiasan. Diasumsikan karena berbagai faktor, misalnya lemahnya
peran pemerintah menyebabkan terjadinya peningkatan kerusakan terumbu karang
sebesar 25 % untuk 6 variabel di atas. Peningkatan kerusakan terumbu karang
menyebabkan penurunan tutupan terumbu karang. Prediksi tutupan terumbu karang dengan perlakuan ini disajikan pada gambar 9. di bawah.
Gambar .9. Grafik pertumbuhan terumbu karang
Dengan penurunan kinerja nelayan sebesar 25 % atau kenaikan kerusakan 25
% oleh nelayan sedangkan variabel lainnya tetap, didapat prediksi penurunan
tutupan terumbu karang dari 35,84 % (tanpa perlakuan) menjadi 14,11 % sampai 13,45 %. Perlakuan ini menurunkan tutupan terumbu
karang sebesar 21,73 % sampai 22,39
%. Perlakuan ini mengakibatkan penurunan
status terumbu karang untuk ekowisata dari status sesuai menjadi tidak sesuai (Fitriani, 2004)
atau dari status sedang menjadi tidak baik (Tuwo,2011). Dalam persfektif
lingkungan, kondisi ini menurunkan status terumbu karang dari rusak sedang rusak buruk (Kepmenlh No.4 tahun
2001).
(8). Perlakuan dengan menurunan 25 % kinerja pemerintah
dan penurunan kinerja nelayan/kenaikan 25% kerusakan
Penurunan
25 % kinerja pemerintah sebagaimaman perlakuan – 5 diikuti dengan perlakuan – 6 berupa penurunan kinerja
nelayan/kenaikan 25% kerusakan oleh nelayan menyebabkan peningkatan penurunan
tutupan karang. Prediksi tutupan terumbu karang dengan perlakuan ini disajikan pada a gambar 10.
Gambar 10.
Grafik prediksi pertumbuhan terumbu karang
Dengan
penurunan 25% kinerja intansi pemerintah dan penurunan 25% kinerja nelayan/
kenaikan kerusakan 25 % oleh nelayan sedangkan variabel lainnya tetap,
mengakibatkan prediksi penurunan tutupan terumbu karang dari 35,84 % (tanpa
perlakuan) menjadi minus. Perlakuan ini
mengakibatkan terumbu karang punah. Artinya penurunan hanya sebesar 25% dari
variabel intansi pemerintah dan nelayan menyebabkan kepunahan terum karang.
(9). Perlakuan dengan menurunan 15 % kinerja pemerintah,
pengusaha, masyarakat dan nelayan
Penurunan
15 % kinerja pemerintah, penurunan 15% kinerja pengusaha ekowisata, penurunan
15% kinerja masyarakat lokal dan penurunan 15% kinerja nelayan menyebabkan peningkatan penurunan tutupan
karang. Prediksi tutupan terumbu karang dengan perlakuan ini disajikan pada grafik pada gambar 11. di
bawah.
Gambar 11.
Grafik prediksi pertumbuhan terumbu karang
Dengan penurunan 15% kinerja intansi
pemerintah, pengusaha ekowisata, masyarakat lokal dan nelayan sedangkan variabel lainnya tetap,
mengakibatkan prediksi penurunan tutupan terumbu karang dari 35,84 % (tanpa
perlakuan) menjadi minus. Perlakuan ini
mengakibatkan terumbu karang punah. Artinya bila terjadi penurunan sebesar 15%
dari 4 variabel di atas, menyebabkan kepunahan terumbu karang.
Kesimpulan
Pertumbuhan tutupan terumbu
karang pada tahun 2009 sebesar 35,72 persen. Dengan model pertumbuhan terumbu
karang dapat diprediksi berupa: (1) kenaikan kinerja intansi kelautan dari 25
persen menjadi 50 persen meningkatkan tutupan karang menjadi 62,30 persen, (2)
menaikkan 25 persen peran nelayan/ pengurangan 25 persen kerusakan oleh nelayan
menaikkan tutupan karang mencapai 57,73 persen; (3) menaikkan 50 persen intansi
kelautan dan menaikkan 25 persen kerusakan nelayan mampu menaikkan tutupan
karang mencapai 84,37 persen serta menaikkan kinerja intansi kelautan mencapai
50 persen dan 50 persen kenaikan kinerja nelayan mampu menaikkan tutupan karang
tumbuh dengan alami (100 persen). Penurunan 25 persen kinerja pemerintah menurunkan tutupan karang
mencapai 4,56 persen, (2) penurunan 25 persen kinerja nelayan menyebabkan
tutupan karang turun mencapai 13,86 persen, (3) penurunan 25 persen intansi
pemerintah dan 25 persen kinerja nelayan menyebabkan terumbu karang punah
demikian juga (6) penurunan 15 persen kinerja pemerintah, pengusaha, masyarakat
lokal dan nelayan menyebabkan terumbu karang punah.
Daftar bacaan
Sekretariat
Negara, 2009. Undang - Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Sekretariat
Negara, 2009. Undang - Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau - Pulau Kecil
Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata-RI. 2004. Peraturan
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : km.67/um.001/MKP/2004 Tentang
Pedoman Umum Pengembangan Pariwisata di Pulau-Pulau Kecil
Bengen,
DG. 2002. Sinopsis Ekosistem dan Suber
Daya Alam Pesisir dan Laut Serta Prinsip Pengelolaannya. Bogor:
PKSPL - IPB
Direktur
Direktorat Tata Ruang Laut Pesisir dan
Pulau - Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan - RI. 2006. Strategi
Penataan Ruang Pulau - Pulau Kecil.
2006. Buletin Kelautan
Coremap-LIPI.
2006. Tapanuli Tengah Baseline Ekologi. Jakarta: Critc - Coremap LIPI
----------2007.Monitoting Terumbu Karang Tapanuli Tengah.
Jakarata: Critc-Coremap LIPI
----------2008.
Monitoting Terumbu Karang Tapanuli Tengah
.Jakarata: Critc-Coremap LIPI
---------2009.
Monitoting Terumbu Karang Tapanuli Tengah.
Jakarata: Critc-Coremap LIPI
Maanema,
M. 2003. Model Pemanfaatan Pulau – Pulau Kecil: Studi Kasus di Gugus Pulau Pari
Kepulauan Seribu . (Diserthasi PSPL - IPB Tidak Dipublikasikan)
Puslitbang Oseanologi –
LIPI. 1997. Laporan Penelitian Studi
Kondisi Fisik dan Penyebaran Terumbu Karang di Pantai Barat Sumatera Utara.
Jakarta: Puslitbang Oseanologi – LIPI
Soebagio.
2005. Analisis Kebijakan Pemanfaatan
Ruang Pesisir dan Laut
pKepulauan Seribu Dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Melalui Kegiatan Budidaya
Perikanan Dan Parawisata. (Diserthasi PSPL-IPB Yang Tidak Dipublikasikan,
2005)
Setiono,
J. Sujatno. Rukman, D. 2003. Rencana
Pengembangan Pariwisata Alam Nasional di Kawasan hutan. Bogor:
Dirjen PHKA Dephut
Yoeti,
O. A. 1997. Perencanaan & Pengembangan
Parawisata. Jakarta: Pratnya
Paramita
Yudaswara,GA.
2004. Analisa Kebijakan Pengembangan
Wisata Bahari Dalam Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Secara Berkelanjutan (Studi
Kasus Pulau Menjangan Kabupaten
Buleleng,Bali). (Thesis PSLP-IPB Yang Tidak Dipublikasikan)
Rekapitulasi perlakuan permodelan pertumbuhan
terumbu karang
No.
|
Perlakuan
|
Tutupan
|
Kenaikan
|
||
min
|
mak
|
min
|
mak
|
||
1
|
Tanpa perlakuan
|
35,60
|
36,09
|
-0,12
|
0,37
|
2
|
Kenaikan 50% pemerintah
|
62,00
|
62,99
|
26,16
|
27,15
|
3
|
Keneikan 25% nelayan
|
57,32
|
57,90
|
21,48
|
22,06
|
4
|
Kenaikan 50% pemerintah+25% nelayan
|
84,25
|
88,66
|
48,41
|
48,85
|
5
|
Kenaikan 50% pemerintah+nelayan
|
106,05
|
106,50
|
70,33
|
70,78
|
6
|
Penurunan 25% pemerintah
|
5,03
|
4,55
|
30,69
|
31,17
|
7
|
Penurunan 25% nelayan
|
14,11
|
13,45
|
21,73
|
22,39
|
8
|
Penurunan 25% pemerintah+nelayan
|
-16,95
|
-17,55
|
52,67
|
53,27
|
9
|
Penurunan 15% pemerintah +Nelayan +pengusaha
+masyarakat
|
-6,25
|
-6,65
|
41,97
|
42,37
|
NAMA : ADE SYAHPUTRA
ReplyDeleteNIM : 17202020
KELAS: EXTENTION
ASSALAMUALAIKUM
Peningkatan kerusakan terumbu karang menyebabkan penurunan tutupan terumbu karang. Prediksi tutupan terumbu karang dengan perlakuan ini disajikan pada gambar 9. di bawah.
Nama : Jimmy ray manurung
ReplyDeleteNim :16202095
jurusan : Teknik Mesin
M.kuliah: Pengendalian Lingkungan Industri
menurut pendapat saya dari judul Mkl sem pemodelan tk untuk konservasi pesisi,bahwasannya terjadi penurunan yang sangat derastis saat tutupan terumbu karang akibat kerusakan yang dilakukan kinerja instansi dan kinerja pelayan.oleh karena itu pemerintah harus memperhatikan kembali kelestarian terumbu karang yang terdapat dilautan.untuk itu pemerintah harus meningkatkan terus pengelolaan pemberdayaan terumbu karang terhadap setiap lautan dan menghukum siapa saja pihak yg terus menurusak terumbu karang yang ada dilautan sesuai undang-undang yang berlaku.